Permasalahan PPDB Menggunakan Sistem Zonasi
Sekolah merupakan usaha yang dilakukan oleh para orang tua terhadap anak-anak untuk bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dan pengakuan di bidang keahlian tertentu. Dengan bersekolah diharapkan anak-anak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan baru yang lebih bermanfaat, dan dapat digunakan sebagai bekal kehidupan dimasa depan. Tidak hanya itu, selain pengetahuan, para orang tua juga berharap agar anak-anak bisa mendapatkan pengakuan tertulis yang dapat digunakan sebagai bekal administrasi dalam menghadapi dunia kerja yang semakin hari semakin sulit persaingannya. Bahkan, gelar pendidikan, bagi beberapa orang tua lainnya merupakan sesuatu yang dianggap hampir sama seperti sebuah gelar kebangsawan atau gelar kehormatan, yang dapat digunakan sebagai sebuah kebanggaan dalam hal pengakuan diri bagi peserta didik dimata masyarakat.
Beberapa bentuk praktik kecurangan yang ditemukan adalah seperti pemindahan data Kartu Keluarga ke tempat atau domisili yang lebih dekat ke daerah sekolah dalam kurun waktu lebih dari satu tahun, meskipun data peserta didik yang tercatat pada Kartu Keluarga atau KK tersebut sebenarnya tidak tinggal di daerah tersebut. Praktik kecurangan lain juga seperti pemindahan lokasi sekolah saat ini (SMP) ke lokasi pondok yang lokasinya lebih dekat ke sekolah negeri yang dituju melalui jalur seleksi zonasi pondok, dan beberapa bentuk praktik kecurangan lainnya, seperti pemalsuan status miskin agar bisa mengikuti jalur afirmasi tidak mampu, pemalsuan surat kematian orang tua karena covid agar peserta didik bisa mengikuti seleksi afirmasi jalur orang tua meninggal walaupun orangtuanya bukan meninggal karena covid (T.T), pemalsuan data kepindahan lokasi kerja orang tua yang sebenarnya orang tua tersebut sudah pindah 11 tahun yang lalu ( :D ). Namun demikian, meskipun telah ditemukan beberapa bentuk pelanggaran, pemerintah pun memang agak sulit untuk menghentikannya, karena memang bentuk pelanggaran yang dilakukan tersebut pada dasarnya bukanlah bentuk pelanggaran pidana yang bisa langsung ditindak begitu saja, melainkan bentuk kelemahan sistem atau celah sistem, dan proses investigasinya pun membutuhkan biaya yang tidak sedikit, kerena memang tidak mungkin untuk dilakukan pemeriksaan secara mendalam ke tiap-tiap lokasi rumah yang menjadi domisili calon peserta didik, apalagi calon peserta didik yang harus diperiksa tersebut jumlahnya ada ribuan, tentunya akan sangat menguras tenaga dan sumberdaya yang ada. Seperti pemindahan domisili KK, pihak-pihak yang melakukan kecurangan tersebut biasanya sudah melakukan pemindahan data Kartu Keluarganya jauh-jauh hari sebelum proses seleksi peserta didik itu sendiri dilakukan, biasanya lebih dari satu tahun, dan hal tersebut memang bukan sesuatu yang dapat dicegah atau dilarang, karena setiap keluarga memang memiliki hak untuk melakukan perpindahan ke suatu wilayah tertentu dan pada waktu tertentu pula.
Sebelum mempelajari materi tentang Permasalahan PPDB Menggunakan Sistem Zonasi, terlebih dahulu pelajari materi tentang: Cara Download Video Tiktok Tanpa Watermark dan Penjelasannya, Cara Dapat Uang dari TikTok dan Penjelasannya, dan Tipe DNS Beserta Cara Kerja dan Pengertiannya.
Sekolah menjadi sebuah harapan wajib bagi khalayak umum agar cita-cita seorang anak dapat menjadi terwujud. Tercapainya cita-cita tersebut kemudian diamanatkan oleh para orang tua dan masyarakat kepada pemerintah republik Indonesia, melalui SALAH SATU bentuk peraturan yang dituangkan dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019, tentang tata cara penerimaan peserta didik baru pada tingkat TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Diketahui pula, bahwa dengan peraturan tersebut telah diatur juga tentang tata cara pendaftaran penerimaan peserta didik baru melalui jalur zonasi. Penerimaan peserta didik baru melalui jalur Zonasi merupakan suatu terobosan baru yang dilakukan pemerintah dalam upaya melakukan peningkatan kesempatan belajar bagi semua peserta didik yang ada di Indonesia, guna memperkecil gap atau kesenjangan sosial yang terjadi dimasyarakat dalam penentuan lokasi atau tempat belajar bagi para putra-putri bangsa.
Dengan adanya sistem zonasi sekolah, diharapkan sudah tidak ada lagi yang namanya sekolah favorit dan tidak favorit atau sekolah untuk anak-anak orang elit atau sekolah kaum 'dalit'. Dengan sistem zonasi diharapkan para orang tua tidak perlu berkompetisi mati-matian untuk memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah favorit yang ada di daerahnya masing-masing, yang bahkan bisa mengarahkan ke arah persaingan yang tidak sehat. Dengan sistem zonasi, diharapkan para orang tua cukup menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah terdekat dari tempat tinggal atau domisili masing-masing.
Namun, bersamaan diterapkannya sistem seleksi peserta didik dengan metode terbaru tersebut, ternyata diiringi pula dengan permasalahan baru yang muncul dalam pelaksanaan prosesnya. Sistem zonasi yang tujuan semulanya adalah ingin menghilangkan ketidaksetaraan pendidikan yang terjadi dimasyarakat, ternyata tetap memiliki kelemahan-kelemahan dalam beberapa aspek pelaksanaannya. Hal ini terutama dirasakan langsung oleh penulis yang pada waktu itu memang bertugas sebagai operator yang menangani kegiatan penerimaan siswa baru atau PPDB di salah satu sekolah yang terdapat di Jawa Tengah. Ketika bertugas sebagai operator, penulis masih menemukan adanya praktik-pratik kecurangan yang dilakukan oleh para orang tua dalam upaya meloloskan anaknya untuk bisa bersekolah disalah satu sekolah negeri yang terdapat didaerah tersebut melalui laporan-laporan yang disampaikan oleh orang tua yang ternyata tinggal pada lokasi yang berdekatan dengan oknum tersebut.
Namun, bersamaan diterapkannya sistem seleksi peserta didik dengan metode terbaru tersebut, ternyata diiringi pula dengan permasalahan baru yang muncul dalam pelaksanaan prosesnya. Sistem zonasi yang tujuan semulanya adalah ingin menghilangkan ketidaksetaraan pendidikan yang terjadi dimasyarakat, ternyata tetap memiliki kelemahan-kelemahan dalam beberapa aspek pelaksanaannya. Hal ini terutama dirasakan langsung oleh penulis yang pada waktu itu memang bertugas sebagai operator yang menangani kegiatan penerimaan siswa baru atau PPDB di salah satu sekolah yang terdapat di Jawa Tengah. Ketika bertugas sebagai operator, penulis masih menemukan adanya praktik-pratik kecurangan yang dilakukan oleh para orang tua dalam upaya meloloskan anaknya untuk bisa bersekolah disalah satu sekolah negeri yang terdapat didaerah tersebut melalui laporan-laporan yang disampaikan oleh orang tua yang ternyata tinggal pada lokasi yang berdekatan dengan oknum tersebut.
Baca Juga:
Beberapa bentuk praktik kecurangan yang ditemukan adalah seperti pemindahan data Kartu Keluarga ke tempat atau domisili yang lebih dekat ke daerah sekolah dalam kurun waktu lebih dari satu tahun, meskipun data peserta didik yang tercatat pada Kartu Keluarga atau KK tersebut sebenarnya tidak tinggal di daerah tersebut. Praktik kecurangan lain juga seperti pemindahan lokasi sekolah saat ini (SMP) ke lokasi pondok yang lokasinya lebih dekat ke sekolah negeri yang dituju melalui jalur seleksi zonasi pondok, dan beberapa bentuk praktik kecurangan lainnya, seperti pemalsuan status miskin agar bisa mengikuti jalur afirmasi tidak mampu, pemalsuan surat kematian orang tua karena covid agar peserta didik bisa mengikuti seleksi afirmasi jalur orang tua meninggal walaupun orangtuanya bukan meninggal karena covid (T.T), pemalsuan data kepindahan lokasi kerja orang tua yang sebenarnya orang tua tersebut sudah pindah 11 tahun yang lalu ( :D ). Namun demikian, meskipun telah ditemukan beberapa bentuk pelanggaran, pemerintah pun memang agak sulit untuk menghentikannya, karena memang bentuk pelanggaran yang dilakukan tersebut pada dasarnya bukanlah bentuk pelanggaran pidana yang bisa langsung ditindak begitu saja, melainkan bentuk kelemahan sistem atau celah sistem, dan proses investigasinya pun membutuhkan biaya yang tidak sedikit, kerena memang tidak mungkin untuk dilakukan pemeriksaan secara mendalam ke tiap-tiap lokasi rumah yang menjadi domisili calon peserta didik, apalagi calon peserta didik yang harus diperiksa tersebut jumlahnya ada ribuan, tentunya akan sangat menguras tenaga dan sumberdaya yang ada. Seperti pemindahan domisili KK, pihak-pihak yang melakukan kecurangan tersebut biasanya sudah melakukan pemindahan data Kartu Keluarganya jauh-jauh hari sebelum proses seleksi peserta didik itu sendiri dilakukan, biasanya lebih dari satu tahun, dan hal tersebut memang bukan sesuatu yang dapat dicegah atau dilarang, karena setiap keluarga memang memiliki hak untuk melakukan perpindahan ke suatu wilayah tertentu dan pada waktu tertentu pula.
Jika demikian, apakah sistem zonasi merupakan salah satu produk pemerintah yang gagal? Penulis sendiri berpendapat bahwa sistem PPDB zonasi bukanlah suatu produk gagal, karena jika dibandingkan beberapa tahun sebelum sistem saat ini diterapkan, pada dasarnya praktik-praktik kecurangan yang dilakukan oleh orang tua tersebut sebenarnya memang sudah terjadi jauh sebelum sitem PPDB itu sendiri dilakukan, namun hal tersebut baru terungkap secara masif setelah diterapkannya sistem seleksi terbaru saat ini. Hal ini dikarenakan penerapan sistem seleksi PPDB saat ini telah berbasis online, serta penerapan dan pelaksaan sistemnya dilakukan secara terpusat, dan masyarakat juga sudah menjadi semakin kritis terhadap isu-isu atau praktik-praktik merugikan yang terjadi pada sistem seleksi sebelumnya. Tidak hanya itu, peran media sosial juga membantu dalam memviralkan praktik-praktik culas ini, sehingga memberikan kesadaran bagi para kepala daerah untuk menjadi lebih aktif dalam melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap sistem yang digunakan dalam proses seleksi peserta didik. Hal ini terbukti dengan adanya perbaikan dan peningkatan kualitas sistem PPDB dari tahun ke tahun yang digunakan pada saat kegiatan seleksi peserta didik. Tidak hanya itu pemerintah juga telah membuat bentuk-bentuk regulasi baru yang dapat diterapkan guna memberikan efek jera bagi para pelaku praktik curang itu sendiri.
Jika demikian, kenapa para orang tua masih mau melakukan praktik curang tersebut? Kenapa orang tua masih memaksakan anaknya untuk masuk ke sekolah-sekolah tertentu yang wilayahnya lebih jauh dari lokasi tempat tinggal saat ini? Praktik curang yang dilakukan oleh orang tua itu sendiri, pada dasarnya tidak lepas dari kekurangan yang ada pada sistem pendidikan di Indonesia saat ini. Beberapa hal yang memang masih menjadi isu utama dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah seperti jumlah sekolah favorit atau sekolah dengan fasilitas terbaik dan berkualitas di Indonesia masih kurang, pemerataan kualitas pendidikan yang masih timpang di seluruh Indonesia terutama didaerah-daerah 3T, dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat atau para orang tua yang akan menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat sekolah lanjutan itu sendiri.
Karena sistem zonasi, orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya disekolah favorit atau sekolah terbaik yang ada didaerahnya menjadi terhalang karena faktor jarak, hal ini mengakibatkan orang tua terpaksa menyekolahkan anaknya di sekolah yang lokasinya lebih dekat dengan tempat tinggalnya itu sendiri. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah kualitas sekolah yang akan dituju oleh orang tua tersebut sudah memiliki fasilitas yang sama seperti sekolah favorit yang akan dituju sebelumnya? bisa penulis asumsikan bahwa jawabannya adalah TIDAK. Kenapa? karena salah satu faktor yang mendorong munculnya sekolah-sekolah unggulan atau sekolah favorit adalah karena ketidaksamaan fasilitas-fasilitas belajar yang dimiliki tiap-tiap sekolah yang ada di Indonesia saat ini. Hal ini jugalah yang menjadi alasan kenapa banyak orang tua yang nekat melakukan pemindahan data KK, guna mendekatkan posisi anaknya ke lokasi sekolah favorit yang ingin dituju. Jika demikian, maka peran pemerintah adalah wajib untuk melakukan pemerataan fasilitas yang ada di tiap-tiap instansi pendidikan yang ada di seluruh Indonesia, karena jika tidak, maka masalah ketimpangan sosial didunia pendidikan di Indonesia tidak akan pernah selesai.
Tidak hanya itu, peran aktif dari pemerintah pun juga sangat diperlukan kepada para masyarakat, agar mindset berpikir tentang sekolah favorit dan non favorit sudah tidak ada lagi dilingkungan masyarakat di seluruh Indonesia. Jika pemerintah mau lebih aktif mensosialisasikan tujuan mulia dari penerapan sistem PPDB saat ini, diharapkan akan muncul kesadaran diri dari masyarakat atau orang tua peserta didik untuk bisa mendukung program tersebut agar berhasil terlaksana, seperti bahu membahu dalam membantu meningkatkan kualitas sekolah tempat anak-anak saat ini sedang bersekolah, agar fasilitas pendidikan yang digunakan oleh anak-anak saat ini kualitasnya adalah sama dan merata dengan fasilitas-fasilitas sekolah negeri lainnya yang ada di Indonesia. Kenapa demikian? karena beberapa orang tua yang menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri cenderung masih memiliki tingkat kesadaran yang minim akan rasa memiliki dan menyayangi terhadap lingkungan sekolah tempat anak bersekolah saat ini. Hal ini terbukti melalui pengalaman pribadi penulis sendiri sebagai salah satu tenaga pendidik atau guru yang mengajar disalah satu sekolah negeri di Jawa Tengah, dimana penulis masih menemukan reaksi-reaksi penolakan dan reaksi ketidak percayaan orang tua terhadap upaya dan kinerja dari lembaga sekolah itu sendiri, terutama hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan belanja dan keuangan. Bahkan beberapa oknum orang tua ada juga yang melayangkan laporan secara langsung kepada Gubernur mengenai penjualan seragam sekolah yang memiliki selisih harga sebesar IDR 1000, jika dibandingkan dengan harga penjualan di toko lain. Tidak hanya itu reaksi kritis lain yang dilakukan oleh orang tua adalah seperti protes-protes pembelian atribut kegiatan belajar peserta didik, yang pada dasarnya atribut tersebut dibeli untuk digunakan pada kegiatan belajar peserta didik itu sendiri bukan untuk para dewan guru atau sekolah, dan beberapa bentuk protes lainnya. Karena kondisi tersebut, maka diharapkan peran aktif dari pemerintah agar bisa memberikan pemahaman bagi para orang tua untuk bisa saling membantu dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang ada di seluruh Indonesia.
Jika demikian, kenapa para orang tua masih mau melakukan praktik curang tersebut? Kenapa orang tua masih memaksakan anaknya untuk masuk ke sekolah-sekolah tertentu yang wilayahnya lebih jauh dari lokasi tempat tinggal saat ini? Praktik curang yang dilakukan oleh orang tua itu sendiri, pada dasarnya tidak lepas dari kekurangan yang ada pada sistem pendidikan di Indonesia saat ini. Beberapa hal yang memang masih menjadi isu utama dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah seperti jumlah sekolah favorit atau sekolah dengan fasilitas terbaik dan berkualitas di Indonesia masih kurang, pemerataan kualitas pendidikan yang masih timpang di seluruh Indonesia terutama didaerah-daerah 3T, dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat atau para orang tua yang akan menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat sekolah lanjutan itu sendiri.
Karena sistem zonasi, orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya disekolah favorit atau sekolah terbaik yang ada didaerahnya menjadi terhalang karena faktor jarak, hal ini mengakibatkan orang tua terpaksa menyekolahkan anaknya di sekolah yang lokasinya lebih dekat dengan tempat tinggalnya itu sendiri. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah kualitas sekolah yang akan dituju oleh orang tua tersebut sudah memiliki fasilitas yang sama seperti sekolah favorit yang akan dituju sebelumnya? bisa penulis asumsikan bahwa jawabannya adalah TIDAK. Kenapa? karena salah satu faktor yang mendorong munculnya sekolah-sekolah unggulan atau sekolah favorit adalah karena ketidaksamaan fasilitas-fasilitas belajar yang dimiliki tiap-tiap sekolah yang ada di Indonesia saat ini. Hal ini jugalah yang menjadi alasan kenapa banyak orang tua yang nekat melakukan pemindahan data KK, guna mendekatkan posisi anaknya ke lokasi sekolah favorit yang ingin dituju. Jika demikian, maka peran pemerintah adalah wajib untuk melakukan pemerataan fasilitas yang ada di tiap-tiap instansi pendidikan yang ada di seluruh Indonesia, karena jika tidak, maka masalah ketimpangan sosial didunia pendidikan di Indonesia tidak akan pernah selesai.
Tidak hanya itu, peran aktif dari pemerintah pun juga sangat diperlukan kepada para masyarakat, agar mindset berpikir tentang sekolah favorit dan non favorit sudah tidak ada lagi dilingkungan masyarakat di seluruh Indonesia. Jika pemerintah mau lebih aktif mensosialisasikan tujuan mulia dari penerapan sistem PPDB saat ini, diharapkan akan muncul kesadaran diri dari masyarakat atau orang tua peserta didik untuk bisa mendukung program tersebut agar berhasil terlaksana, seperti bahu membahu dalam membantu meningkatkan kualitas sekolah tempat anak-anak saat ini sedang bersekolah, agar fasilitas pendidikan yang digunakan oleh anak-anak saat ini kualitasnya adalah sama dan merata dengan fasilitas-fasilitas sekolah negeri lainnya yang ada di Indonesia. Kenapa demikian? karena beberapa orang tua yang menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri cenderung masih memiliki tingkat kesadaran yang minim akan rasa memiliki dan menyayangi terhadap lingkungan sekolah tempat anak bersekolah saat ini. Hal ini terbukti melalui pengalaman pribadi penulis sendiri sebagai salah satu tenaga pendidik atau guru yang mengajar disalah satu sekolah negeri di Jawa Tengah, dimana penulis masih menemukan reaksi-reaksi penolakan dan reaksi ketidak percayaan orang tua terhadap upaya dan kinerja dari lembaga sekolah itu sendiri, terutama hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan belanja dan keuangan. Bahkan beberapa oknum orang tua ada juga yang melayangkan laporan secara langsung kepada Gubernur mengenai penjualan seragam sekolah yang memiliki selisih harga sebesar IDR 1000, jika dibandingkan dengan harga penjualan di toko lain. Tidak hanya itu reaksi kritis lain yang dilakukan oleh orang tua adalah seperti protes-protes pembelian atribut kegiatan belajar peserta didik, yang pada dasarnya atribut tersebut dibeli untuk digunakan pada kegiatan belajar peserta didik itu sendiri bukan untuk para dewan guru atau sekolah, dan beberapa bentuk protes lainnya. Karena kondisi tersebut, maka diharapkan peran aktif dari pemerintah agar bisa memberikan pemahaman bagi para orang tua untuk bisa saling membantu dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang ada di seluruh Indonesia.
Referensi Tambahan:
Artikel ini didedikasikan kepada: Maulidya Al-Frida, Maxcel Setya Novanda, Melani Cantika Choirunnisya, Michael Endrico Setiawan Harjanto, dan Mikcael Adi Susanto.
5 komentar untuk "Permasalahan PPDB Menggunakan Sistem Zonasi"
Hubungi admin melalui Wa : +62-896-2414-6106
Respon komentar 7 x 24 jam, mohon bersabar jika komentar tidak langsung dipublikasi atau mendapatkan balasan secara langsung.
Bantu admin meningkatkan kualitas blog dengan melaporkan berbagai permasalahan seperti typo, link bermasalah, dan lain sebagainya melalui kolom komentar.
- Ikatlah Ilmu dengan Memostingkannya -
- Big things start from small things -
Klo jadi operator PPDB itu memang harus hati-hati sekarang, soalnya pemerintah senangnya lepas tangan klo ada masalah.
BalasHapusIya apalagi klo ada perbaikan data, sekarang operator dimintai TTD juga.
BalasHapusKlo perbaikan data, sebaiknya serahkan ke siswa saja melalui akun pribadi, daripada dibenahi melalui akun operator PPDB risikonya lebih besar klo terjadi kesalahan.
HapusMomen yang bikin para panitia PPDB ketar ketir itu adalah momen dihari terakhir pelaksanaan, karena orang tua siswa yang zonasinya terlempar pada datang kesekolah dengan emosi yang naik turun, hahaha.
BalasHapusJadi ingat pengalaman kemarin waktu jadi operator PPDB ada orang tua ngotot mau minta akses ke sistem PPDB nya secara langsung, kocak emang.
Hapus